Saturday, April 29, 2006

After the Love has Gone

Semalam saya janjian ketemuan dengan teman di salah satu mall di Jakarta. Kita janjian jam 7.00 malam, saya sampai jam 7.15, dia sampai jam 8.30 :p hehheheehe lumayan juga nunggunya, untung pas lagi nunggu-nunggu gak jelas saya bertemu teman SMA saya yang sedang menunggu temannya juga, jadilah kita berdua muter-muter ga jelas sambil menunggu.

Anyway, singkat cerita akhirnya saya bertemu dengan teman saya. Tujuan pertemuan kita ialah dia ingin bercerita tentang hubungan percintaannya yang sedang runyam. Cinta segitiga, perselingkuhan, pengkhianatan, ketahuan. Mulailah ia bercerita tentang rentetan kejadiannya hingga ia putus dengan pacar yang hampir 2 tahun belakangan ini dia pacari dan rencananya akan menikah tahun depan. Semua dari A-Z. Tentang kejadiannya, percakapannya, perasaannya, pokoknya semuanya. Kejadiannya miriiiiip kaya di sinetron. Saya jadi curiga, jangan-jangan selama kejadian, ada Raam Punjabi yang menguntit dengan kamera dipanggul di bahunya. Membuat salah satu produk entertainment terkini, campuran antara sinetron + reality show :P hehehehhe moral story-nya mungkin adalah bahwa sinetron itu tidak selamanya fiktif, tapi memang diangkat dari kisah-kisah nyata percintaan ibukota [ noraak bener bahasanyaaa ].. Eh tapi tunggu dulu, sinetron yang terpengaruh dari cerita asli, atau malah kehidupan manusia dipengaruhi oleh apa yang di tontonnya yah? Tauk ah.. Ga ngerti, mana yang duluan mempengaruhi...

Menurut saya, teman saya itu cukup berani dan punya nyali, melakukan semua hal tersebut, yang sama sekali tidak bisa saya bayangkan, saya dalam posisi dia. Mungkin saya akan takut setengah mati. Takut kehilangan. Takut tidak dicintai lagi. Mungkin saya bukan tipe pencari tantangan. Saya kan setiaaa... :p Hehehehe Dari percakapan semalam, ada beberapa point yang saya pikir cukup menarik.

Cinta butuh tantangan?

Saat hubungan dengan pacar sudah menahun, mapan dan sudah sangat saling mengenal satu sama lain, terkadang hubungan menjadi basi, membosankan, stagnant. Mungkin masih cinta, namun sudah kehilangan gemerlapnya. Tidak ada lagi deg-degan saat bertemu, jaim-jaiman atau penasaran. Rindu akan perasaan itu semua, jadilah seseorang mulai mencari cara memenuhi hasratnya akan tantangan dan rasa penasaran. Mulai lirik kanan kiri. Yang tadinya teman jadi teman tapi mesra, selingkuhan. Kata orang sih selingkuh itu enak. Memberi sensasi rasa berbeda. Mengetahui kita sedang bermain dalam suatu permainan berbahaya dan saat kita berhasil memainkan peran dengan baik dan tidak ketahuan, mungkin memberi kepuasan dan menciptakan sensasi adrenalin yang tidak didapat dari bungee jumping :p heheheh

Tapi terkadang kita lupa. Cinta bukan permainan, rasa bukan hal yang bisa dimainkan. Pacar, diri kita dan selingkuhan kita bukan Tamiya, Robocop atau PS3 yang bisa dimainkan, di restart atau bahkan dimatikan saat kita mulai bosan. Hati-hati! Saat menyakiti perasaan orang lain, kita dimintai pertanggung jawabannya di akhirat nanti :)

Hasilnya, ada yang bertahan dengan dua pacar sekaligus seperti itu, ada yang akhirnya meninggalkan pacarnya untuk selingkuhannya namun tidak sedikit yang sadar dan memutuskan untuk kembali kepada pasangannya. Apapun yang dipilih, one thing for sure, we’ll never be the same again! Saya jadi ingat postingan saya yang ini.

Cinta butuh perhatian

Saat kita sedang ruweeeet banget pikirannya dengan masalah kantor, sekolah atau kuliah, sedikit perhatian dari pacar mungkin akan terasa seperti angin segar, seperti meminum air mineral dingin di padang sahara. Menyejukkan, memberi semangat dan seperti sedikit menyadarkan kita bahwa masih ada tempat untuk diri kita untuk lari dari kenyataan sejenak dan memperoleh kenyamanan dan rasa aman. Dari buku “How to Break Your Addiction to a Person” yang saya pinjam dari teman, saya mengetahui bahwa setiap manusia memiliki keinginan untuk merasa aman dan nyaman. Yang mungkin bisa didapatkan dari pasangan. Dan mungkin, sedikit perhatian itu membuat kita merasa aman dan nyaman. Mengetahui bahwa ada yang peduli dengan hal-hal yang menimpa diri kita, kita merasa aman. “Setidaknya ada yang nyariin gue kalo gue gak ada” mungkin begitu kasarnya.

Cinta bukan tentang diri sendiri

Saat kita sudah ruwet dengan pekerjaan dan masalah-masalah lain. Di akhir minggu bertemu pasangan pun kadang kita habiskan untuk curhat tentang diri sendiri, masalah diri kita sendiri dan perasaan capek kita. Pokoknya all about yourself, never about anyone else. Kita juga lupa kalau pasangan kita lelah, butuh angin segar juga dan butuh di dengar juga. Akhirnya bukan melakukan hal-hal asyik berdua, namun salah satu harus berkorban untuk yang lainnya. Mendengarkan, mengesampingkan kelelahan dirinya untuk kemudian ditimpa kelelahan lagi dengan mendengar kelelahan pasangannya. Double capek gak tuuh! Mungkin terkait juga dengan tulisan saya yang berjudul Narcisissme, bahwa manusia ingin di dengar... :p Namun Cinta bukan tentang diri sendiri :)

Cinta perlu komunikasi dan toleransi

Kadang saking dekatnya kita dengan pasangan, kita sudah mengetahui sifat-sifat buruknya. Saat pasangan datang malam mingguan, kita tahu rutinitasnya. Kadang jengkel dengan beberapa sikapnya. Sering datang telat mungkin atau ya tadi itu, yang diobrolkan hanya pekerjaannya saja. Bosen doong... Nah bukannya kita mendiskusikan, mengkomunikasikan apa yang kita rasakan, bahwa kita bosan, tidak suka dengan sikapnya, kita malah memilih diam, menerima. Ada yang dengan alasan, “Ntar kalo gue ngomong bikin ribut, berantem. Males gue. Sekali-kalinya ketemu malah berantem. Capek”. Jadilah keinginan dalam hati kita tidak tersampaikan, kita malah mengeluh pada sahabat “Sebel deh gue sama si Dodol, setiap jemput telat, ngaret. Mending cuma 15 menitan, ini sampe 1 jam!! Kita selalu ga jadi ntn film krn dia telat terus!”. Yang harus disadari, curhat sama temen tuh TIDAK AKAN MEMBANTU pacar kita berubah. Mau lo marah-marah, ngomel-ngomel ke temen kamu, pacar kamu ga pernah tahu. Jadi sasaran luapan rasa dalam hati kamu, harusnya ditujukan buat pacar. Jangan takut berantem, bicarakan baik-baik. Mungkin awalnya berantem, tapi mungkin nantinya akan ada perbaikan. Namun tentunya, cinta juga butuh toleransi. Kalau pasangan sudah berusaha keraaaas untuk berubah ya patut dihargai. Jangan malah dicela sehingga pasangan tertekan dan malas berubah. Di kantor sudah ditekan bos-nya, ke pacar di tekan juga. Ntar kabur deeh.. :)

Yaaah begitulah analisa-analisa tak berdasar dari gue, tentang kejadian yang menimpa temen gue dan bisa menimpa siapa saja, termasuk saya. Tapi mungkin kalau kita sampai berpikiran untuk selingkuh atau punya pacar lagi, saya rasa hubungannya perlu di introspeksi. Jangan-jangan memang ada masalah dalam hubungan tersebut namun kita tidak sadar atau tidak mau menyadarinya. Perlu dipikir lagi apakah kita benar-benar cinta dan cocok, atau kita hanya bertahan dalam suatu hubungan karena kita tidak ingin sendirian. Tidak ingin melewatkan malam minggu sendirian. Halaah ABG beneer :p heheheh Atau mungkin lebih parah lagi, kita mempertahankan eksistensi kita, keberadaan diri kita dengan memiliki pasangan :D

Inti memiliki pasangan itukan untuk menikah, menjalankan syariat Islam. Jadi seyogyanya kita mencari yang membawa kita kedalam kebaikan. Saya ingat perkataan salah satu guru ngaji saya. “Pasangan sehidup semati, dunia akhirat ialah pasangan yang menikah karena Allah SWT. Karena cintanya kepada Allah SWT dan keduanya sama-sama mencari Allah SWT. Insya Allah pasangan seperti itu akan bertemu lagi nanti di akhirat.” Jadi kalau dalam hubungan sekarang banyak ketidak cocokan, percekcokan, ketidak tenangan, panas dan amarah, mungkin perlu di telaah lagi. Panas dan amarah itu kan asalnya dari api dan api itu bahan dasar syaitan. Jadi hidup kita berteman dengan syaitan atau malaikat? :) Hehehehehe

Jadi, kemana perginya cinta? Setelah tidak adanya tantangan, perhatian dan komunikasi? Apakah cinta itu datang dan pergi begitu saja? Lalu setelah kehilangan cinta, kita harus bagaimana???? Would we found another love again?

After the love has gone... How could you leave me alone?
And not let me stay around...
After the love has gone... What used to right, now it’s wrong...
And what has lost can’t be found...”