Friday, June 23, 2006

Menjadi Spesialis

Beberapa waktu yang lalu, saya terlibat argumentasi dengan seorang teman mengenai blogging tools yang paling favorite. Pertimbangannya adalah blogging tools yang baik, nyaman dan mudah digunakan. Saya memilih blogger karena tampilannya yang editable sehingga tampilannya dapat dipercantik sesuai kreasi pemilik blog. Sedangkan teman saya, yang merupakan blogsome user mengatakan, lebih enak menggunakan blogsome. Percakapan kami, kira-kira sebagai berikut.

“Blogsome bisa di ganti-ganti gak sih tampilannya? Gue dulu pernah coba wordpress dan ternyata gak bisa, padahal wordpress enak, ada category-categorynya dan ada icon smiley nya.”

“Bisa kok sepertinya. Ah tampilan yang simple-simple dan standard-standard aja. Yang penting kan kualitas tulisannya.”

“Iya sih... Tapi kalo tampilannya keren kan enak dilihat. Bikin tambah betah.”

“Udahlah yang standard-standard aja. Nanti kebanyakan mikirin tampilan, malah isi tulisannya gak bermutu lagi, gak berisi. Yang penting kualitas isinya ;) “

Saya yang pada saat itu merasa tersindir [ya yaa saya akui, tulisan saya memang tidak bagus dan tulisan dia memang lebih berbobot. Tapi siapa sih yang tidak ingin menulis bagus & menarik] merespon sedikit defensif ;)

“Biarin aja. Gue suka kok.” Titik. Saya tidak menghiraukan perkataannya setelah itu.

Meski saya akui perkataannya ada benarnya juga, tak dapat dinyana bahwa hal tersebut menggelitik saya untuk berpikir lebih jauh. Tentang mengkhususkan diri. Mengambil fokus tertentu dan mendalaminya, tanpa memusingkan hal-hal diluar fokus tersebut. Membuat saya berpikir, mungkin sikap seperti ini ada bagusnya juga. Membuat seseorang menjadi ahli pada suatu bidang sehingga (mungkin nantinya) akan dicari orang lain dan akan meningkatkan “value diri” seseorang tersebut. Contohnya profesi dokter. Semakin ia mengambil suatu spesialis yang spesifik, semakin berhargalah ilmu dan dirinya dan semakin besar pula bayaran yang ia dapat. Salah seorang bos saya yang beristrikan seorang dokter pernah berkata.

“Memang bagus itu mengambil suatu ilmu yang spesifik. Jadi lebih berharga ilmunya.” Misalnya spesialis anak, trus di spesialis lagi balita 0-6 bulan, di spesialis lagi bagian kulit, di spesialis lagi bagian kulit kaki, di spesialis lagi bagian kulit kaki tumit dan telapak kaki, di spesialis lagi khusus mata ikan dan cantengan ;p hehehehe gak deng, saya bercanda

Dilain pihak, saya juga pernah dihadapkan pada suatu kasus dimana dosen di perguruan tinggi saya mengambil suatu ilmu spesifik. Yaitu mendalami ilmu programming FoxPro. Bertahun-tahun ia belajar dan bekerja di bidang tersebut untuk mendalami ilmunya tanpa ia sadari bahwa dunia di sekitarnya berevolusi dan mengalami perubahan. Sementara ia yang berfokus tidak menyadarinya, ia hanya mengupdate perubahan yang terjadi di dunianya. Alhasil saat sekarang semua orang beralih pada Java Programming, J2EE, VB.Net, dll. Ia hanya gigit jari. Alih-alih menjadi ahli yang dihargai, ia malah merasa terbelakang dan ilmunya ketinggalan jaman. Suatu hal yang sangat ironis. Dan sangat bertolak belakang antara si dokter spesifik dan si programmer spesifik, meski mungkin keduanya sama pintar.

Setelah memikirkan mengenai ke-fokus-an dan ke-spesifik-an, saya kemudian berpikir. Apa perlu seperti itu? Apa harus mengkotakkan diri dan menindentitaskannya menjadi spesifikasi tertentu? Apa saya harus mencapkan diri saya sebagai “Penulis Blog yang Baik, diluar itu saya Tidak Peduli” atau malah menjadi “Spesialis Utak Atik Tampilan Tapi tetep Tidak Bagus dan juga Tulisan yang Jelek” ?

Kalau memang seseorang harus menspesifikasikan dan mengkhususkan dirinya pada suatu hal tertentu, apa kabarnya dengan slogan “Think outside the Box”? Yang kerap kali menjadi pecutan bagi semburan kreatifitas dan penghasilan karya banyak pekerja seni, dimana mereka berusaha berpikir diluar kebiasaan dan pakem-pakem yang biasa mereka anut sehingga menghasilkan ide segar nan orisinil. Apakah tidak bisa dan tidak mungkin seseorang menguasai beberapa hal bagus sekaligus? Haruskah diri memilih sesuatu dan menutup diri untuk yang lainnya? Oh mungkin para pekerja seni itu menfokuskan diri untuk meng-Think out of The Box-kan diri mereka, sehingga mereka berhasil menghadirkan ide-ide segar nan kreatif sebagai hasil dari jerih payah mereka memfokuskan dan menspesifikkan diri mereka menjadi pemikir “Out of The Box”. Jadi lagi-lagi, yang sukses adalah yang fokus :)

Ah omongan saya jadi ruwet yah, jadi bolak balik muter kemana-mana. Toh saya bukan pekerja seni, tidak mengerti seni dan saya juga tidak menilai diri saya sebagai seorang yang berseni sehingga dapat menghasilkan karya-karya seni yang indah [tulisan juga karya seni kan? Duuh.. saya kebanyakan menggunakan kata seni yah? Saya jadi teringat akan air seni, bukan kata seni itu sendiri :D ]. Saya hanya menulis apa yang saya suka. Dan menghias blog ini sesuai dengan kata hati saya. Saya tidak menjadi spesialis, saya orang general. Titik :)

PS:- blog ini merupakan hasil kreasi saya yang pertama lho.. ;)
- belakangan ini saya ketahui, bahwa blogsome dapat dikreasikan juga tampilannya, hebat!