Thursday, June 01, 2006

Maaf

Maaf. Kata-kata yang paling susah keluar dari mulut saya tanpa diiringi rasa gengsi. Kata yang seharusnya timbul dari penyesalan mendalam di hati untuk kemudian diungkapkan, seringkali hanya menjadi hiasan tanpa makna.

Saya termasuk orang yang susah berkata maaf pada orang-orang terdekat saya. Saya lebih memilih untuk memperlihatkan penyesalan saya dengan sikap dan perubahan-perubahan sesuai dengan yang diinginkan oleh yang memarahi saya. Lain halnya terhadap orang-orang yang tidak begitu dekat dengan saya, kata maaf terasa meluncur begitu saja setiap kali saya berbuat salah, tanpa ragu-ragu dan tidak diikuti rasa gengsi. Mungkin karena permasalahan yang dihadapi tidak seberat dan sedalam dengan yang dihadapi bila berkaitan dengan orang-orang terdekat saya. Mungkin saya memiliki sifat seperti yang dimiliki kebanyakan orang lainnya, I took for granted the love and forgiveness of my special persons. A mistake, I know, I should have been more appreciative to them. But like I said before, I said sorry with action not words.

Saya juga termasuk keras kepala dan tidak mau mengalah bila saya dikatakan salah. Saya harus menjelaskan dari sudut pandang saya terlebih dahulu, mendapatkan penjelasan dari lawan bicara baru saya mengaku salah bila memang saya salah. Kalau tidak ada fakta masuk akal yang menyatakan saya salah, boro-boro saya mau ngaku salah ;p heheh saya memang keras kepala…

Namun belakangan ini, saya mencoba untuk membiasakan diri berkata “Maaf” setiap saya berbuat salah tetapi gengsi mengakuinya. Saya belajar berkata “Maafin aku Ibu…” atau “Sorry yah De..” diiringi dengan sikap saya yang merayu agar dimaafkan. Dan menurut saya hasilnya lebih baik. Hubungan menjadi lebih erat dan senyum lebih cepat mengembang. Meski ada pepatah yang mengatakan “Action speaks a thousand words” rasanya saya harus menambahkan “Words supported with action speak a million words with lots of meanings.” Jadi berdasarkan pengalaman saya, perbuatan yang mendukung perkataan jelas lebih jitu dan terasa dampaknya.

Suatu hal yang membuat serba salah ialah saat saya tidak tahu apa kesalahan yang telah saya perbuat namun orang lain tetap menyalahkan saya. Saya mencoba menjelaskan yang sebenarnya terjadi, namun tetap saja saya salah. Saya sungguh tak mengerti. Kalau keadaan sudah seperti itu, saya memilih untuk mengalah, minta maaf. Namun dengan tanda tanya besar di hati saya “Salah saya apa?”. Mungkin saya memang salah karena kurang peka, sampai tidak menyadari bahwa saya salah dan menyakiti hati lawan bicara saya.

Seberapapun keras kepalanya saya, saya tetap ingin menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitar saya. Daripada berantem mungkin memang lebih tepat meminta maaf. Saya jadi ingat kata-kata Aa Gym dalam ceramahnya Senin kemarin. “Kalau mau berkata sesuatu, pilihlah yang akan menyenangkan orang lain dan membawa kesejukan di hatinya. Jangan memilih yang membuatnya marah atau merasa panas”. Itu teorinya, tapi susah sekali menerapkannya.

Mungkin kata “Maaf” akan menyejukkan hati lawan bicara saya, di saat kata itulah yang ingin ia dengar dari mulut saya...

*Untuk kamu yang mungkin membaca tulisan ini. Aku minta maaf yah. Meski aku tidak selalu mengerti apa salah aku. Maafkan aku.. :)